MAKALAH
TEORI GESTALT
Disusun guna memenuhi tugas mata
kuliah Teori dan Teknik Konseling
Dosen Pengampu : Aniek Wirastania,
S. Pd., M. Pd.
Kelompok IV :
1.
Mukorobbin (12-500-0046)
2.
Silvia Rimadani
(12-500-0054)
3.
Arima Tri. O (12-500-0074)
4.
Andrey Tri. W (12-500-0079)
5.
Nurul Manazilatus. S (12-500-0104)
UNIVERSITAS PGRI ADIBUANA SURABAYA
FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
BIMBINGAN
KONSELING
2013
KATA
PEGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT.
Atas segala rahmat dan hidayahnya
yang tercurahkan kepada kami. Shalawat serta salam kami panjatkan kepada
junjungan Nabi besar kita Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan para
pengikutnya sampai akhir zaman.
Atas anugerah dan bimbingan-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah ini tepat waktu yang merupakan salah satu tugas dari mata kuliah TEORI
dan TEKNIK KONSELING. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kami khususnya dan kepada para pembaca umumnya.
Surabaya, Maret 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB I.
PENDAHULUAN............................................................................ 1
BAB II.
PEMBAHASAN............................................................................... 2
2.1. Pengertian
Teori Konseling Gestalt.......................................... 3
2.2. Sejarah
Konseling Gestalt…………………………................. 3
2.3.
Pandangan Tentang
Manusia.................................................... 4
2.4.
Tujuan
Konseling...................................................................... 5
2.5.
Proses
Konseling....................................................................... 6
2.6.
Teknik
Konseling...................................................................... 7
2.7.
Kelebihan dan
Kekurangan....................................................... 12
BAB III.
PENUTUP 13
3.1. Kesimpulan............................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan
merupakan aset terpenting di dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, dapat dikatakan tidak
ada bangsa yang maju tanpa diiringi
pendidikan
yang bermutu. Pendidikan
yang berkualitas bukan hanya dilihat dari sejauh mana proses pengajarannya saja,
Yusuf&Juntika (2005:5) memaparkan ada tiga bidang pendidikan yang harus menjadi
perhatian, diantaranya : 1). Bidang administratif dan kepemimpinan, 2).
Bidang Intruksional dan kurikuler, 3). Bidang pembinaan siswa (Bimbingan dan
Konseling). Terkait
dengan masalah bimbingan dan konseling, terdapat banyak ragam teori dan pendekatan dalam
pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling, salah satunya adalah teori konseling
behavioral, yang akan coba kami kupas satu persatu sehingga akan tampak sedikit
kejelasan, dengan harapan kupasan materi yang kami sajikan bermanfaat bagi kita
semua yang bergerak dalam dunia pendidikan.
Teori
Gestalt diperkenalkan oleh Frederick (Fritz) Salomon Perls (1983-1970). Gestalt
dalam bahasa Jerman mempunyai arti bentuk, wujud atau organisasi. Kata itu
mengandung pengertian kebulatan atau keparipurnaan (schultz, 1991:171). Simkin
dalam (Gilliland, 1989: 92) menyatakan bahwa kata Gestalt mempunyai makna
keseluruhan (whole) atau konfigurasi (configuration). Dengan demikian, Perls
lebih mengutamakan adanya integrasi bagian- bagian terkecil kepada suatu hal
yang menyeluruh. Integrasi ini merupakan hal penting dan menjadi fungsi dasar
bagi manusia
Tujuan
dasar konseling dalam terapi ini adalah untuk meraih kesadaran (awareness),
terhadap apa yang sedang dialami oleh konseli dan kemudian konseli bertanggung
jawab terhadap apa yang dirasakan, dipikirkan dan dikerjakan. Untuk itu, maka
terapi ini lebih mengutamakan keadaan di sini dan saat ini (here and now).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Psikologi Gestalt
Psikologi Gestalt merupakan salah
satu aliran psikologi yang mempelajari suatu gejala sebagai suatu keseluruhan
atau totalitas, data-data dalam teori psikologi Gestalt disebut sebagai
fenomena (gejala). Fenomena adalah data yang paling dasar dalam
psikologi Gestalt. Dalam hal ini psikologi Gestalt sependapat dengan filsafat
fenomonologi yang mengatakan bahwa suatu pengalaman harus dilihat secara
netral. Dalam suatu fenomena terdapat dua unsure, yaitu objek dan arti. Objek
merupakan sesuatu yang dapat dideskripsikan, setelah tertangkap oleh indera,
objek tersebut menjadi suatu informasi dan sekaligus kita telah memberikan arti
pada objek itu.
2.2
Sejarah Konseling Gestalt
Ketika
Behaviorisme berkembang pesat di Amerika Serikat, maka di negara Jerman muncul aliran
yang dinamakan Psikologi Gestalt (arti kata Gestalt, dalam bahasa Jerman, ialah
bentuk, pola, atau struktur). Para psikolog Gestalt yakin bahwa pengalaman
seseorang mempunyai kualitas kesatuan dan struktur. Aliran Gestalt ini muncul
juga karena ketidakpuasan terhadap aliran strukturalis, khususnya karena
strukturalis mengabaikan arti pengalaman seseorang yang kompleks, bahkan
dijadikan elemen yang disederhanakan.
Gestalt adalah sebuah
teori yang menjelaskan proses persepsi melalui pengorganisasian
komponen-komponen sensasi yang memiliki
hubungan, pola, ataupun kemiripan menjadi kesatuan. Teori gestalt beroposisi
terhadap teori strukturalisme. Teori gestalt
cenderung berupaya mengurangi pembagian sensasi menjadi bagian-bagian kecil.
Perintis teori Gestalt ini ialah Chr. Von Ehrenfels, dengan karyanya “Uber
Gestaltqualitation“ (1890). Teori ini dibangun oleh tiga orang, Max Wertheimer,
Wolfgang Kohler, dan Kurt Koffka. Mereka menyimpulkan bahwa seseorang cenderung
mempersepsikan apa yang terlihat dari lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh.
Pengikut-pengikut
aliran psikologi Gestalt mengemukakan konsepsi yang berlawanan dengan konsepsi
aliran-aliran lain . Bagi yang mengikuti aliran Gestalt perkembangan itu adalah
proses diferensiasi. Dalam proses diferensiasi itu yang primer ialah
keseluruhan , sedangkan bagian –bagiannya adalah sekunder; bagian-bagian hanya
mempunyai arti sebagai bagian dari pada keseluruhan dalam hubungan fungsional
dengan bagian-bagian yang lain ; keseluruhan ada terlebih dahulu baru disusul
oleh bagian-bagiannya. Contohnya kalau kita bertemu dengan seorang teman
misalnya, dari kejahuan yang kita saksikan terlebih dahulu bukanlah bajunya
yang baru , melainkan teman kita itu
secara keseluruhan selanjutnya baru kemudian kita saksikan adanya hal-hal
khusus (bagian-bagian) tertentu misalnya baju yang baru.
2.3
Pandangan tentang Manusia
Pendekatan konseling ini
berpandangan bahwa manusia dalam kehidupannya selalu aktif sebagai suatu
keseluruhan. Manusia aktif terdorong kearah keseluruhan dan integrasi
pemikiran, perasaan, dan tingkah lakunya. Setiap
individu memiliki kemampuan untuk menerima tanggung jawab pribadi, memiliki
dorongan untuk mengembangkan kesadaran yang akan mengarahkan menuju
terbentuknya integritas atau keutuhan pribadi.
Jadi hakikat manusia menurut
pendekatan konseling ini adalah :
1. Tidak dapat dipahami, kecuali
dalam keseluruhan konteksnya.
2. Merupakan bagian dari
lingkungannya dan hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan lingkungannya
itu.
3. Aktor bukan reaktor
4. Berpotensi untuk menyadari
sepenuhnya sensasi, emosi, persepsi, dan pemikirannya.
5. Dapat memilih secara sadar dan
bertanggung jawab.
6. Mampu mengatur dan mengarahkan
hidupnya secara efektif.
2.4
Tujuan
Konseling
Tujuan utama konseling Gestalt
adalah membantu konseli agar berani mengahadapi berbagai macam tantangan maupun
kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan ini mengandung makna bahwa konseli
haruslah dapat berubah dari ketergantungan terhadap lingkungan/orang lain
menjadi percaya pada diri, dapat berbuat lebih banyak untuk meingkatkan
kebermaknaan hidupnya.
·
Individu yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan
potensinya secara penuh, melainkan baru memanfaatkan sebagaian dari potensinya
yang dimilikinya. Melalui konseling konselor membantu klien agar potensi yang
baru dimanfaatkan sebagian ini dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal. Secara lebih spesifik tujuan
konseling Gestalt adalah sebagai berikut: Membantu konseli agar dapat
memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau realitas, serta mendapatkan
insight secara penuh.
·
Membantu konseli menuju pencapaian integritas kepribadiannya
·
Mengentaskan konseli dari kondisinya yang tergantung pada
pertimbangan orang lain ke mengatur diri sendiri (to be true to himself)
·
Meningkatkan kesadaran individual agar konseli dapat
beringkah laku menurut prinsip-prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah
(unfisihed bussines) yang muncul dan selalu akan muncul dapat diatasi dengan
baik.
2.5
Proses Konseling
·
Fokus utama konseling gestalt adalah terletak pada bagaimana
keadaan konseli sekarang serta hambatan-hambatan apa yang muncul dalam
kesadarannya. Oleh karena itu tugas konselor adalah mendorong konseli untuk
dapat melihat kenyataan yang ada pada dirinya serta mau mencoba menghadapinya.
Dalam hal ini perlu diarahkan agar konseli mau belajar menggunakan perasaannya
secara penuh. Untuk itu konseli bisa diajak untuk memilih dua alternatif, ia
akan menolak kenyataan yang ada pada dirinya atau membuka diri untuk melihat
apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya sekarang.
·
Konselor hendaknya menghindarkan diri dari pikiran-pikiran
yang abstrak, keinginan-keinginannya untuk melakukan diagnosis, interpretasi
maupun memberi nasihat.
·
Konselor sejak awal konseling sudah mengarahkan tujuan agar
konseli menjadi matang dan mampu menyingkirkan hambatan-hambatn yang
menyebabkan konseli tidak dapat berdiri sendiri. Dalam hal ini, fungsi konselor
adalah membantu konseli untuk melakukan transisi dari ketergantungannya
terhadap faktor luar menjadi percaya akan kekuatannya sendiri. Usaha ini dilakukan
dengan menemukan dan membuka ketersesatan atau kebuntuan konseli.
·
Pada saat konseli mengalami gejala kesesatan dan konseli
menyatakan kekalahannya terhadap lingkungan dengan cara mengungkapkan
kelemahannya, dirinya tidak berdaya, bodoh, atau gila, maka tugas konselor adalah
membuat perasaan konseli untuk bangkit dan mau menghadapi ketersesatannya
sehingga potensinya dapat berkembang lebih optimal.
Fase-fase proses konseling :
·
Fase pertama, konselor mengembangkan pertemuan konseling,
agar tercapai situasi yang memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan
pada konseli. Pola hubungan yang diciptakan untuk setiap konseli berbeda,
karena masing-masing konseli mempunyai keunikan sebagai individu serta memiliki
kebutuhan yang bergantung kepada masalah yang harus dipecahkan.
·
Fase kedua, konselor berusaha meyakinkan dan mengkondisikan
konseli untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi
konseli. Ada dua hal yang dilakukan konselor dalam fase ini, yaitu :
·
Membangkitkan motivasi konseli, dalam hal ini konseli diberi
kesempatan untuk menyadari ketidaksenangannya atau ketidakpuasannya. Makin
tinggi kesadaran konseli terhadap ketidakpuasannya semakin besar motivasi untuk
mencapai perubahan dirinya, sehingga makin tinggi pula keinginannya untuk
bekerja sama dengan konselor.
·
Membangkitkan dan mengembangkan otonomi konseli dan
menekankan kepada konseli bahwa konseli boleh menolak saran-saran konselor asal
dapat mengemukakan alasan-alasannya secara bertanggung jawab.
·
Fase ketiga, konselor mendorong konseli untuk mengatakan
perasaan-perasaannya pada saat ini, konseli diberi kesempatan untuk mengalami
kembali segala perasaan dan perbuatan pada masa lalu, dalam situasi di sini dan
saat ini. Kadang-kadang konseli diperbolahkan memproyeksikan dirinya kepada
konselor.
·
Melalui fase ini, konselor berusaha menemukan celah-celah
kepribadian atau aspek-aspek kepribadian yang hilang, dari sini dapat
diidentifikasi apa yang harus dilakukan konseli.
·
Fase keempat, setelah konseli memperoleh pemahaman dan
penyadaran tentang pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya, konselor
mengantarkan konseli memasuki fase akhir konseling.
·
Pada fase ini konseli menunjukkan gejala-gejala yang
mengindikasikan integritas kepribadiannya sebagai individu yang unik dan
manusiawi.
·
Konseli telah memiliki kepercayaan pada potensinya,
menyadari keadaan dirinya pada saat sekarang, sadar dan bertanggung jawab atas
sifat otonominya, perasaan-perasaannya, pikiran-pikirannya dan tingkah lakunya.
·
Dalam situasi ini konseli secara sadar dan bertanggung jawab
memutuskan untuk “melepaskan” diri dari konselor, dan siap untuk mengembangan
potensi dirinya.
2.6
Teknik Konseling
Hubungan personal antara konselor
dengan konseli merupakan inti yang perlu diciptakan dan dikembangkan dalam
proses konseling. Dalam kaitan itu, teknik-teknik yang dilaksanakan selama
proses konseling berlangsung adalah merupakan alat yang penting untuk membantu
konseli memperoleh kesadaran secara penuh.
A.
Prinsip Kerja Teknik Konseling Gestalt
· Penekanan Tanggung Jawab Klien, konselor menekankan bahwa konselor
bersedia membantu konseli tetapi tidak akan bisa mengubah konseli, konselor
menekankan agar klien mengambil tanggung jawab atas tingkah lakunya.
·
Orientasi Sekarang dan Di Sini, dalam
proses konseling konselor tidak merekonstruksi masa lalu atau motif-motif tidak
sadar, tetapi memfokuskan keadaan sekarang. Hal ini bukan berarti bahwa masa
lalu tidak penting. Masa lalu hanya dalam kaitannya dengan keadaan sekarang.
Dalam kaitan ini pula konselor tidak pernah bertanya “mengapa”.
·
Orientasi Eksperiensial, konselor
meningkatkan kesadaran konseli tentang diri sendiri dan masalah-masalahnya,
sehingga dengan demikian konseli mengintegrasikan kembali dirinya: (a) konseli
mempergunakan kata ganti personal konseli mengubah kalimat pertanyaan menjadi
pernyataan; (b)konseli mengambil peran dan tanggung jawab; (c) konseli
menyadari bahwa ada hal-hal positif dan/atau negative pada diri atau tingkah
lakunya.
B. Teknik-teknik Konseling Gestalt
1.
Permainan Dialog
Teknik
ini dilakukan dengan cara konseli dikondisikan untuk mendialogan dua
kecenderungan yang saling bertentangan, yaitu kecenderungan top dog dan
kecenderungan under dog, misalnya : (a) kecenderungan orang tua lawan
kecenderungan anak; (b) kecenderungan bertanggung jawab lawan kecenderungan masa
bodoh; (c) kecenderungan “anak baik” lawan kecenderungan “anak bodoh” (d)
kecenderungan otonom lawan kecenderungan tergantung; (e) kecenderungan kuat
atau tegar lawan kecenderungan lemah.
Melalui
dialog yang kontradiktif ini, menurut
pandangan Gestalt pada akhirnya konseli akan mengarahkan dirinya pada suatu
posisi di mana ia berani mengambil resiko. Penerapan permainan dialog ini dapat
dilaksanakan dengan menggunakan teknik “kursi kosong”.
2.
Latihan Saya Bertanggung Jawab
Merupakan
teknik yang dimaksudkan untuk membantu konseli agar mengakui dan menerima
perasaan-perasaannya dari pada memproyeksikan perasaannya itu kepada orang
lain.
Dalam
teknik ini konselor meminta konseli untuk membuat suatu pernyataan dan kemudian
konseli menambahkan dalam pernyataan itu dengan kalimat : “…dan saya
bertanggung jawab atas hal itu”. Misalnya :
“Saya
merasa jenuh, dan saya bertanggung jawab atas kejenuhan itu”
“Saya
tidak tahu apa yang harus saya katakan sekarang, dan saya bertanggung jawab
ketidaktahuan itu”.
“Saya
malas, dan saya bertanggung jawab atas kemalasan itu”.
Meskipun
tampaknya mekanis, tetapi menurut Gestalt akan membantu meningkatkan kesadaraan
konseli akan perasaan-perasaan yang mungkin selama ini diingkarinya.
3.
Bermain Proyeksi
Proyeksi
artinya memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya sendiri
tidak mau melihat atau menerimanya. Mengingkari perasaan-perasaan sendiri
dengan cara memantulkannya kepada orang lain.Sering terjadi, perasaan-perasaan
yang dipantulkan kepada orang lain merupakan atribut yang dimilikinya.
Dalam
teknik bermain proyeksi konselor meminta kepada konseli untuk mencobakan atau
melakukan hal-hal yang diproyeksikan kepada orang lain.
4.
Teknik Pembalikan
Gejala-gejala
dan tingkah laku tertentu sering kali mempresentasikan pembalikan dari
dorongan-dorongan yang mendasarinya. Dalam teknik ini konselor meminta konseli
untuk memainkan peran yang berkebalikan dengan perasaan-perasaan yang
dikeluhkannya. Misalnya : konselor memberi kesempatan kepada konseli untuk
memainkan peran “ekshibisionis” bagi konseli pemalu yang berlebihan.
5.
Tetap dengan Perasaan
Teknik
dapat digunakan untuk konseli yang menunjukkan perasaan atau suasana hati yang
tidak menyenangkan atau ia sangat ingin menghindarinya. Konselor mendorong
konseli untuk tetap bertahan dengan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Kebanyakan
konseli ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan menghindari
perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Dalam hal ini konselor tetap
mendorong konseli untuk bertahan dengan ketakutan atau kesakitan perasaan yang
dialaminya sekarang dan mendorong konseli untuk menyelam lebih dalam ke dalam
tingklah laku dan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Untuk
membuka dan membuat jalan menuju perkembangan kesadaran perasaan yang lebih
baru tidak cukup hanya mengkonfrontasi dan menghadapi perasaan-perasaan yang
ingin dihindarinya tetapi membutuhkan keberanian dan pengalaman untuk bertahan
dalam kesakitan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
6.
Kursi Kosong
Merupakan
suatu teknik role playing yang dilakukan oleh konseli dengan seseorang yang
dibayangkan pada kursi kosong. Tujuannya untuk menurunkan ketegangan akibat
konflik.
7.
Berkeliling
Suatu latihan dimana konseli diminta untuk
berkeliling ketemannya (orang yang dikenalnya) dan berbicara atau melakukan
sesuatu yang terkait dengan masalahnya. Tujuannya untuk menghadapi,
memberanikan dan menyikapkan diridengan tingkah laku yang baru.
8.
Saya Memiliki Suatu Rahasia
Suatu
metode pembentukan kepercayaan dalam rangka mengeksplorasi mengapa konseli
tidak mau membuka rahasianya dan mengeksplorasi ketakutan- ketakutan,
menyampaikan hal- hal yang mereka anggap memalukan/menimbulkan rasa berdosa.
9.
Permainan Melebih- Lebihkan
Suatu
metode peningkatan kesadaran atas tanda- tanda dan isyarat- isyarat halus yang
dikirimkan oleh seseorang melalui bahasa tubuh.
Misal
: gemetar (menggoyangkan tangan dan kaki).
2.7
Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan
dan Kelemahan Pendekatan Gestalt
Menurut ringkasan Gudnanto
(Pendekatan Konseling, 2012) dan buku Gerald Corey (Teori dan Praktek Konseling
dan Psikoterapi, 1995). Kelebihan dan Kelemahan pendekatan Gestalt adalah:
1. Kelebihan
· Terapi Gestalt menangani masa lampau
dengan membawa aspek-aspek masa lampau yang relevan ke saat sekarang.
· Terapi Gestalt memberikan perhatian
terhadap pesan-pesan nonverbal dan pesan-pesan tubuh.
· Terapi Gestalt menolakk mengakui
ketidak berdayaan sebagai alasan untuk tidak berubah.
· Terapi Gestalt meletakkan penekanan
pada konseli untuk menemukan makna dan penafsiran-penafsiran sendiri.
· Terapi Gestalt menggairahkan
hubungan dan mengungkapkan perasaan langsung menghindari intelektualisasi
abstrak tentang masalah konseli.
2. Kelemahan
· Terapi Gestalt tidak berlandaskan
pada suatu teori yang kukuh
· Terapi Gestalt cenderung
antiintelektual dalam arti kurang memperhitungkan faktor-faktor kognitif.
· Terapi Gestalt menekankan tanggung
jawab atas diri kita sendiri, tetapi mengabaikan tanggung jawab kita kepada
orang lain.
· Teradapat bahaya yang nyata bahwa
terapis yang menguasai teknik-teknik Gestalt akan menggunakannya secara mekanis
sehingga terapis sebagai pribadi tetap tersembunyi.
· Para konseli sering bereaksi
negative terhadap sejumlah teknik Gestalt karena merasa dianggap tolol. Sudah
sepantasnya terapis berpijak pada kerangka yang layak agar tidak tampak hanya
sebagai muslihat-muslihat.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Psikologi Gestalt merupakan salah satu aliran psikologi yang
mempelajari suatu gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas, data-data
dalam teori psikologi Gestalt disebut sebagai fenomena (gejala). Oleh karena
itu, mempelajari teori ini sangat penting untuk menunjang segala aspek
kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, et.al. 1996. Pengantar Psikologi (terj
Dharma, Agus.) Jakarta : Erlangga
Chaplin, JP. 2002. Kamus Lengkap Psikologi (terj.
Kartono, Kartini). Jakarta : Raja
Grapindo
Rosjidan. 1988. Pengantar Teori-teori Konseling. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen DIKTI
Surya, Muhamad. 1988. Dasar-dasar Konseling
Pendidikan (Teori&Konsep). Yogyakarta
: Penerbit Kota Kembang.
Yusuf, Syamsu&Juntika, Nurihsan. Landasan
Bimbingan dan Konseling. Bandung:
Rosdakaraya.
Walgito,Bimo. 2002. Pengantar Psikologi. Yogyakarta
: Penerbit Andi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar