pesan

Selasa, 05 Januari 2016

Catatan Awal Tahun 2016: Arus Balik Gerakan Aktivis Mahasiswa

Oleh: MUQORROBIN

Dalam sejarah berdirinya Bangsa Indonesia tidak terlepas dari peran pemuda khususnya mahasiswa. Mahasiswa sebagai kaum elite dilevelnya mempunyai tanggung jawab yang besar atas kemahasiswaannya, mulai dari tangung jawab atas keilmuannya, tanggung jawab terhadap masyarakat dan juga tanggung jawab terhadap kemajuan Republik Indonesia.

Peran mahasiswa dalam perjalanan Bangsa Indonesia sangatlah besar. dimulai dari gerakan melawan penjajah, meruntuhkan rezim Orla, hingga rezim otoriter Orba dan lahirnya reformasi sampai hari ini. Namun dari beberapa prestasi tersebut mempunyai nilai dan proses yang tidak mudah, prestasi-prestasi tersebut harus dibayar mahal oleh mahasiswa, mulai dari pengasingan hingga pembunuhan terhadap aktivis mahasiswa. Hal tersebut dibuktikan dengan belum adanya  kejelasan sampai saat ini atas kehilangan beberapa aktivis 98.

Namun pergerakan heroik oleh aktivis sebelum kemerdekaan hingga reformasi tidak disambut baik oleh mahasiswa saat ini. Mahasiswa hari ini yang seharusnya lebih progresif dan revolusioner, malah cenderung apatis dan tersandra dengan isu-isu elite yang memegang media Nasional. Prestasi bagi aktivis mahasiswa hari ini adalah ketika berhasil membuat event besar dengan mendatangkan pejabat Negara, artis top papan atas hingga artis luar Negeri. Dengan realitas yang terjadi, penulis tidak bisa membedakan antara aktivis dengan Event Organizer (EO). Dengan demikian arah gerakan mahasiswa pada saat ini merupakan gerakan arus balik atau kemunduran.

Dalam essay kali ini penulis akan memaparkan beberapa perbedaan yang sangat kontras terhadap gerakan mahasiswa dari sebelum reformasi hingga bergulirnya reformasi dan gerakan mahasiswa hari  ini atau biasa disebut sebagai gerakan pasca reformasi. Hal tersebut sebagai koreksi mendasar bagi kaum pergerakan sebagai upaya evaluasi diri bahwasanya gerakan kita hari ini sudah tidak dalam koridornya.

Gerakan Mahasiswa Pra-Reformasi  - Reformasi 1998
Pada tahun 1912-1926 menurut Takashi Shiraishi merupakan "zaman bergrak". Peran para intellektual muda yang membawa gagasan baru dalam dunia pergerakan mengalir deras dalam kesadaran politik rakyat. Zaman pergerakan di Indonesia pada masa itu mulai menampilkan kesadaran politik baru dalam bentuk modern dan akrab dengan kita saat ini seperti, surat kabar, pemogokan kerja, serikat, partai dan ideologi. Hal tersebut tidak ditemui pada masa sebelumhya dimana gerakan cenderung bersifat mesianistik atau dipimpin para feodal dengan cara tradisional. Pada penghujung 1926 gerakan kiri diberangus, dengan demikian gerakan diambil alih oleh kelompok intellektual muda Nasionalis kiri radikal yang terbentuk kesadaran politiknya sejak tahun 1920-an. Seperti Soekarno denga PNI dan gagasan marhaenisnya.

Datangnya jepang hingga lahirnya Bangsa Indonesia 1945 tidak lepas dari gerakan intellektual muda dan mahasiswa bersama rakyat. Mereka melakukan perang geriliya, mogok, vergadering , aksi massa dan berorganisasi untuk menuntaskan proses revolusi Nasional dengan semboyan anti neo-kolonialisme dan neo-imperialisme. Para pemuda dan mahasiswa bersama rakyat berupaya menghabisi sisa-sisa kolonialisme dan feodalisme dengan tuntutan Nasionalisasi, land reform dan berdikari.

Pasca kemerdekaan Indonesia tepatnya pada tahun 1965-1967 merupaka gerakan penghancuran gerakan revolusi Nasional yang hampir 60 tahun terbangun. Gerakan mahasiswa pada masa itu yang dipelopori oleh KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dibentuk atas anjuran Mayor Jendral Syarif Thayyib merupakan gerakan yang berselingkuh dengan Angkatan Darat dalam meruntuhkan rezim Orde lama (Orla). Gerakan heroik tersebut berhasil menumbangkan rezim Orde lama dengan satu semboyan anti PKI hingga akhirnya berhasil melengserkan Presiden Soekarno dari kursi jabatannya atau disebut lahirnya Orde Baru (Orba).

Orde baru yang merupakan anak dari hasil perselingkuhan antara mahasiswa dengan Angkatan Darat merupakan anak yang tidak dikehendaki oleh mahssiswa. Gerakan mahasiswa terjebak pada kerangka gerakan moral, gerakan mahasiswa pada masa ini hanya bergulat dengan teori tanpa melakukan aksi bersama rakyat dalam upaya menegur para penguasa. Kebijakan "masa mengambang" yang digagas oleh Alimurtopo telah membuat rakyat buta politik. Keadaan tersebut membuat masyarakat yang marah terhadap penguasa tidak dapat menyalurkan keresahan dan kegelisahannya dalam gerakan politik yang terorganisir, sehingga terjadilah kerusuhan. Selain gerakan oleh rakyat keresahan mahasiswa berujung sebuah kerusuhan pula, sehingga dikenal dengan istilah peristiwa malapetaka sebelas januari (MALARI). 

Dampak dari peristiwa tersebut membuat rezim Orde baru lebih giat dalam melakukan portal gerakan terhadap mahasiswa pada saat itu. Hal tersebut dibuktikan dengan ditetapkannya sebuah kebijakan normalisasi kehidupan kampus (NKK) dalam kehidupan politik, karena kampus pada saat itu merupakan pusat mobilisasi mahasiswa dan pusat kritik terhadap penguasa. Sehingga mahasiswa mengalami kekalah telak atas Orde baru, gerakan mahasiswa teramputasi total.

Belajar dari sebuah kekalahan Pasca 1965. Pada era akhir 1980 sampai 1998 mahasiswa belajar dari gerakan mahasiswa filipina pada 1980an yang berhasil menggulingkan diktator Marcos dengan strategi live-in (hidup dan berjuang bersama rakyat). Maka gerakan mahasiswa pada saat itu menggunakan strategi yang sama dengan dipelopori oleh tokoh gerakan pada masanya sekaligus pendiri PRD, Danial Indra Kusuma. Gerakan yang diinisiasi oleh mahasiswa, aktivis, buruh dan petani memegang peran penting dalam kembalinya gerakan mahasiswa dalam menjalankan politik mobilisasi dengan cara Live-in. Gerakan tersebut dimulai dari perburuhan, kawasan pinggiran kota dan ditengah konflik agraria. Dengan strategi baru dan semboyan anti Rezim diktator Orde baru (Orba) mahasiswa berhasil melengserkan Soeharto dari kursi kepresidenan setelah 32 tahun berkuasa. Puncak dari gerakan mahasiswa pasca kekalahan dari Orba lahir pada 21 Mei 1998 atau dikenal dengan istilah era reformasi.

Gerakan Mahasiswa Pasca Reformasi 1998
Gerakan mahasiswa pasca reformasi mulai kehilangan arah dan disorientasi. hal tersebut dipengaruhi oleh hilangnya musuh bersama yaitu rezim otoriter Soeharto, Setelah Soeharto sukses dijatuhkan bayangan akan musuh bersama menjadi samar dan ketiadaan musuh bersama membuat mereka kehilangan dukungan dari rakyat.

Konsep masa mengambang yang diterapkan rezim Soeharto telah membuat mahasiswa disorientasi dan terjerat dalam kesadaran palsu dan imajinasi ketakutan terhadap perjuangan politik. Hilangnya budaya berserikat, rapat akbar, aksi demonstrasi dan mogok menjadi salahsatu penyebab kegagalan era reformasi ini.

Orientasi gerakan mahasiswa hari ini bukan pada gerakan revolusioner. melainkan sebuah gerakan pragmatisme yang hanya riuh dengan selebrasi politik dan bergerak hanya untuk mengenyangkan perutnya masing-masing. Parahnya, prestasi bagi aktivis mahasiswa hari ini adalah ketika berhasil membuat event besar yang menguntungkan dengan mendatangkan pejabat Negara, artis top papan atas hingga artis luar Negeri. 

Hal tersebut sangat jauh dari harapan para pendiri Bangsa Indonesia yang terdahulu. Dengan demikian saya menyimpulkan bahwasanya, sangat kontras perbedaan antara gerakan mahasiswa sebelum reformasi dengan gerakan pasca reformasi. Hal tersebut disebabkan oleh terjadinya disorientasi dan pragmatisme gerakan oleh aktivis mahasiswa hari ini.  

Apa yang harus dilakukan.?
Gerakan mahasiswa harus belajar dari perjuangan gerakan yang terdahulu. Gerakan mahasiswa selain berkutat pada teori, mereka harus turun ke massa rakyat dengan strategi live-in dengan melakukan aktivitas sosial-politik demi menciptakan kesadaran politik pada massa dan keyakinan atas kekuatannya. Melakukan kajian dan membentuk media propaganda seperti koran, blog dan media sosial lainnya menjadi penting untuk memperkuat argument dan memperluas kesadaran massa. 

Kebijakan pemerintah yang masih terjerat dalam politik neoliberal membuat terjadinya berbagai konflik yang melibatkan rakyat dengan pemerintah atau swasta serta dengan keduanya. Disana mereka turut membantu perjuangan rakyat dengan membentuk blok histori. Hal yang paling utama adalah menghidupkan kembali perjuangan revolusi Nasional Indonesia.
Hidup Mahasiswa!!!
Hidup Rakyat!!!
Hidup PERMAS!!!

Daftar pustaka:
Shirashi, Takashi. 2005. Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Lane, Max. 2014. Unfinished Nation. Yogyakarta: Penerbit Jaman Baroe