pesan

Rabu, 17 April 2013

MAKALAH Pendekatan Eksistensial Humanistik

MAKLAH
MATA KULIAH: DASAR-DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING

DOSEN: ARIE KADE












Oleh:

NAMA KELOMPOK III

MUKOROBBIN
DEWI WULANDARI
AINUR FADLILA
SONYA MULAN SARI
SUYANTI
MUCHAMMAD KHUSAINI
RIZKI WIRASANDI
DEDI HERMAWAN




PROGRAM PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA
SURABAYA
TAHUN 2012-2013







KATA PENGANTAR


Segala puji bagi Allah SWT yang mana telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua sehingga kita senantiasa berada dalam lindunganNya. Tak lupa pula kami mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT yang mana telah memberikan kami kemudahan dalam penyusunan makalah ini sehingga bisa selesai dengan tepat waktu.

Gerakkan eksistensialisme pada abad 19 yang dikemukakan oleh seorang filsuf bernama Soren Kierkegaard. Pokok utama dari eksistensialisme adalah keberadaan (existence) individual manusia yang dialami secara subjektif. Istilah existence sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu existo (ex dan sistere=muncul, menjadi, hadir). Artinya eksistensialisme mencoba memahami manusia bukan semata-mata ‘ada’ yang statis dan selalu sama, melainkan sebagai penjadi yang secara sinambung berubah dan berkembang.

Demikianlah makalah ini semoga bermanfaat bagi pembaca, khususnya kami selaku penyusun makalah. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan ridhoNya kepada kita semua supaya kita senantiasa dalam lindunganNya. Apabila ada kesalahan dalam penulisan maupun pengetikan kami selaku penyusun mohon maaf yang sebesar-besarnya. Untuk kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.


                                                                                                Surabaya, 13 Nopember 2012
                                                                                               
TIM PENYUSUN







 

 

                                                                                       

PEMBAHASAN

Pendekatan Eksistensial Humanistik 

Dalam buku Theories of Personality oleh Jess Feist & Gregory J. Feist (2008:301), Eksistensi artinya muncul atau menjadi. Eksistensi merujuk kepada proses. Eksistensi diasosiasikan dengan pertumbuhan dan perubahan.
Dalam buku Teori dan Praktek Konseling Psikoterapi oleh Gerald Corey (1999), terapi eksistensial juga bertujuan membantu klien menghadapi kecemasan sehubungan dengan pemilihan nilai dan kesadaran bahwa dirinya bukan hanya sekedar korban kekuatan – kekuatan deterministik dari luar dirinya. Terapi eksistensial memiliki cirinya sendiri oleh karena pemahamannya bahwa tugas manusia adalah menciptakan eksistensinya yang bercirikan integritas dan makna.

Terapi eksistensial berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa melarikan diri dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab itu saling berkaitan. Dalam terapeutiknya, pendekatan eksistensial humanistic memusatkan perhatian pada asumsi – asumsi filosofis yang melandasi terapi. Pendekatan eksistensial humanistic menyajikan suatu landasan filosofis bagi orang – orang dalam hubungan dengan sesamanya yang menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan konselingnya, dan yang melalui implikasi – implikasi bagi usaha membantu individu dalam menghadapi pertanyaan – pertanyaan dasar yang menyangkut keberadaan manusia. Pada dasarnya terapi eksistensial memiliki tujuan untuk meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya


                                                                                                                                               
A.  KONSEP DASAR
Psikologi eksistensial humanistic berfokus pada kondisi manusia. Pendekatan ini terutama adalah suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia alih – alih suatu system teknik – teknik  yang digunakan untuk mempengaruhi klien. Pendekatan terapi eksistensial bukan suatu pendekatan terapi tunggal, melainkan suatu pendekatan yang mencakup terapi – terapi yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep – konsep dan asumsi – asumsi tentang manusia. Menurut Gerald Corey, (1988:54-55) ada beberapa konsep utama dari pendekatan eksistensial yaitu :
  1. Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri itu pada seseorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu. Kesanggupan untuk memilih alternative – alternatif yakni memutuskan secara bebas di dalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia.
2. Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan
Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab dapat menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan eksistensial juga bisa diakibatkan oleh kesadaran atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati. Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesadaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi – potensinya.
3. Penciptaan Makna
Manusia itu unik, dalam artian bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Pada hakikatnya manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah makhluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna dapat menimbulkan kondisi-kondisi keterasingan dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yakni mengungkapkan potensi – potensi manusiawinya sampai taraf tertentu.
Konsep dasar menurut Akhmad Sudrajat adalah :
·         Manusia sebagai makhluk hidup yang dapat menentukan sendiri apa yang ia kerjakan dan yang tidak dia kerjakan, dan bebas untuk menjadi apa yang ia inginkan. Setiap orang bertanggung jawab atas segala tindakannya.
·         Manusia tidak pernah statis, ia selalu menjadi sesuatu yang berbeda, oleh karena itu manusia mesti berani menghancurkan pola-pola lama dan mandiri menuju aktualisasi diri
·         Setiap orang memiliki potensi kreatif dan bisa menjadi orang kreatif. Kreatifitas merupakan fungsi universal kemanusiaan yang mengarah pada seluruh bentuk self expression.
Menurut Akhmad Sudrajat individu yang salah suai tidak dapat mengembangkan potensinya. Dengan perkataan lain, pengalamannya tertekan.
B.     TUJUAN-TUJUAN TERAPEUTIK
Menurut Gerald Corey, (1988:56) ada beberapa tujuan terapeutik yaitu :
a.       Agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi – potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya. Keotentikan sebagai “urusan utama psikoterapi” dan “nilai eksistensial pokok”.
Terdapat tiga karakteristik dari keberadaan otentik :
1)      Menyadari sepenuhnya keadaan sekarang,
2)      Memilih bagaimana hidup pada saat sekarang, dan
3)      Memikul tanggung jawab untuk memilih.
b. Meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.
c. Membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekadar korban kekuatan – kekuatan deterministic di luar dirinya.
Tujuan Konseling menurut Akhmad Sudrajat yaitu :
1.      Mengoptimalkan kesadaran individu akan keberadaannya dan menerima keadaannya menurut apa adanya. Saya adalah saya.
2.      Memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi cara berfikir, keyakinan serta pandangan-pandangan individu, yang unik, yang tidak atau kurang sesuai dengan dirinya agar individu dapat mengembangkan diri dan meningkatkan self actualization seoptimal mungkin.
3.      Menghilangkan hambatan-hambatan yang dirasakan dan dihayati oleh individu dalam proses aktualisasi dirinya.
4.      Membantu individu dalam menemukan pilihan-pilihan bebas yang mungkin dapat dijangkau menurut kondisi dirinya.
  1. MODEL OPERASIONAL / STRATEGI KONSELING
Model operasional / strategi yang digunakan adalah Non directive artinya konselor memberikan kepercayaan kepada klien agar aktif.
D.    HUBUNGAN ANTARA TERAPIS DAN KLIEN
Hubungan terapeutik sangat penting bagi terapis eksistensial. Penekanan diletakkan pada pertemuan antar manusia dan perjalanan bersama alih – alih pada teknik-teknik yang mempengaruhi klien. Isi pertemuan terapi adalah pengalaman klien sekarang, bukan “masalah” klien. Hubungan dengan orang lain dalam kehadiran yang otentik difokuskan kepada “di sini dan sekarang”. Masa lampau atau masa depan hanya penting bila waktunya berhubungan langsung (Gerald Corey.1988:61).
Pola hubungan :
1.      Hubungan klien adalah hubungan kemanusiaan. Konselor berstatus sebagai partner klien, setara dengan klien sehingga hubungannnya berada dalam situasi bebas tanpa tekanan.
2.      Klien sebagai subjek bukan obyek yang dianalisis dan didiagnosis.
3.      Konselor harus terbuka baik kepribadiannya dan tidak pura – pura.
E.     MODEL PENAMPILAN
Dimensi I :
  1. Konselor hendaknya selalu menghargai dan menghormati klien apa adanya.
  2. Konselor mampu untuk menjadikan dirinya sebagai alat perubah pribadi klien dengan jalan membuka pengalaman terhadap konsep diri klien.
  3. Menghilangkan kepura – puraan, dan bersifat otentik.
Dimensi II :
  1. Konselor memegang kunci bahwa pendekatan terapi berpusat pada pribadi yang difokuskan secara bertanggung jawab.
  2. Konselor menekankan pada sikap klien untuk menerima dan memahami dirinya.
F.     MODEL ANALISIS DAN DIAGNOSIS MASALAH
Model Analisis dan diagnosis masalah sebagai berikut :
1.      Klien mulai sadar dan dapat menemukan alternative tentang pandangan yang riil.
2.      Klien aktif untuk mengetahui penyebab dari kecemasan dan ketakutan.
3.      Klien berani mengambil keputusan dan bertanggung jawab penuh.
G.    MODEL PERAN KONSELING
Model peran konseling sebagai berikut :
1.      Memahami dunia klien dan membantu klien untuk berfikir dan mengambil keputusan atas pilihannya yang sesuai dengan keadaan sekarang.
2.      Mengembangkan kesadaran, keinsafan tentang keberadaannya sekarang agar klien memahami dirinya bahwa manusia memiliki keputusan diri sendiri.
3.      Konselor sebagai fasilitator memberi  dorongan dan motivasi agar klien mampu memahami dirinya dan bertanggung jawab menghadapi reality.
4.      Membentuk kesempatan seluas – luasnya kepada klien, bahwa putusan akhir pilihannya terletak ditangan klien.
Dalam buku Gerald Corey, May ( 1961 ) memandanga tugas terapis diantaranya adalah membantu klien agar menyadari keberadaanya dalam dunia : “Ini adalah saat ketika pasien melihat dirinya sebagai orang yang terancam, yang hadir di dunia yang mengancam dan sebagai subyek yang memiliki dunia”.
Frankl ( 1959 ) menjabarkan peran terapis sebagai ”spesialis mata ketimbang pelukis”, yang bertugas memperluas dan memperlebar lapangan visual pasien sehingga secara keseluruhan dari makna dan nilai – nilai menjadi disadari dan dapat diamati oleh pasien..
H.    TEKNIK MODEL
Teknik yang digunakan mengikuti alih – alih mendahului pemahaman. Karena menekankan pada pengalaman klien sekarang, para terapis eksistensial menunjukkan keleluasaan dalam menggunakan metode – metode, dan prosedur yang digunakan oleh mereka bisa bervariasi tidak hanya dari klien yang satu kepada klien yang lainnya, tetapi juga dari satu ke lain fase terapi yang dijalani oleh klien yang sama Meskipun terapi eksistensial bukan merupakan metode tunggal, di kalangan terapis eksistensial dan humanistik ada kesepakatan menyangkut tugas – tugas dan tanggung jawab terapis. Psikoterapi difokuskan pada pendekatan terhadap hubungan manusia alih – alih system teknik. Para ahli psikologi humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal – hal berikut (Gerald Corey.1988:58) :
1.      Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi.
2.      Menyadari peran dari tanggung jawab terapis.
3.      Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik.
4.      Berorientasi pada pertumbuhan.
5.      Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh.
6.      Mengakui bahwa putusan – putusan dan pilihan – pilihan akhir terletak di tangan klien.
7.      Memandang terapis sebagai model, dalam arti bahwa terapis dengan gaya hidup dan pandangan humanistiknya tentang manusia bisa secara implicit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif.
8.      Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangan dan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
9.      Bekerja ke arah mengurangi kebergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.
Menurut Akhmad Sudrajat teknik yang dianggap tepat untuk diterapkan dalam pendekatan ini yaitu teknik client centered counseling, sebagaimana dikembangkan oleh Carl R. Rogers. meliputi: (1) acceptance (penerimaan); (2) respect (rasa hormat); (3) understanding (pemahaman); (4) reassurance (menentramkan hati); (5) encouragementlimited questioning (pertanyaan terbatas; dan (6) reflection (memantulkan pernyataan dan perasaan). (memberi dorongan); (5)
Melalui penggunaan teknik-teknik tersebut diharapkan konseli dapat (1) memahami dan menerima diri dan lingkungannya dengan baik; (2) mengambil keputusan yang tepat; (3) mengarahkan diri; (4) mewujudkan dirinya.

I.       KELEBIHAN DAN KELEMAHAN PENDEKATAN EKSISTENSIAL HUMANISTIK
Menurut Mahasiswa BK kelebihan dan kelemahan pendekatan eksistensial humanistic adalah :
Kelebihan
1.      Teknik ini dapat digunakan bagi klien yang mengalami kekurangan dalam perkembangan dan kepercayaan diri.
2.      Adanya kebebasan klien untuk mengambil keputusan sendiri.
3.      Memanusiakan manusia.
Kelemahannya
1.      Dalam metodologi, bahasa dan konsepnya yang mistikal
2.      Dalam pelaksanaannya tidak memiliki teknik yang tegas.
3.      Terlalu percaya pada kemampuan klien dalam mengatasi masalahnya (keputusan ditentukan oleh klien sendiri)
4.      Memakan waktu lama.
J.      PENERAPAN / APLIKASI
Dalam buku Gerald  Corey (1988:63), Pendekatan eksistensial humanistic tidak memiliki tekik – teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedur – prosedur terapeutik bisa diambil dari beberapa pendekatan terapi lainnya. Metode-metode yang berasal dari terapi Gestah dan Analisis Transaksional sering digunakan, dan sejumlah prinsip dan prosedur psikoanalisis bisa diintegrasikan ke dalam pendekatan eksistensial humanistic.
Pengalaman Klien Dalam Terapi eksistensial, klien mampu mengalami secara subjektif persepsi – persepsi tentang dunianya. Dia harus aktif dalam proses terapeutik, sebab dia harus memutuskan ketakutan-ketakutan, perasaan-perasaan berdosa, dan kecemasan – kecemasan apa yang akan dieksplorasikan. Melalui proses terapi, klien bisa mengeksplorasi alternatif-alternatif guna membuat pandangan -pandangannya menjadi riel.
Penerapan : Eksistensial Humanistik tepat sekali diterapkan pada anak remaja yang dikembangkan dalam lembaga pendidikan dan diperlukan untuk membentuk manusia yang mampu bertanggung jawab dalam mengambil keputusan.
Tema-tema dan dalil-dalil utama eksistensial : penerapan-penerapan pada praktek terapi
Dalil 1 : Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari diri yang menjadikan dirinya mampu melampaui situasi sekarang dan membentuk basis bagi aktivitas-aktivitas berpikir dan memilih yang khas manusia. Kesadaran diri membedakan manusia dengan makhluk-makluk lain. Pada hakikatnya, semakin tinggi kesadaran diri seseorang, maka ia semakin hidup sebagai pribadi. Meningkatkan kesadaran berarti meningkatkan kesanggupan seseorang untuk mengalami hidup secara penuh sebagai manusia. Peningkatan kesadaran diri yang mencakup kesadaran atas alternatif-alternatif, motivasi-motivasi, factor-faktor yang membentuk pribadi, dan atas tujuan – tujuan pribadi, adalah tujuan segenap konseling.
Dalil 2 : Kebebasan dan tanggung jawab
Kebebasan adalah kesanggupan untuk meletakkan perkembangan di tangan sendiri dan untuk memilih di antara alternatif – alternatif. Pendekatan eksistensial meletakkan kebebasan, determinasi diri, keinginan dan putusan pada pusat keberadaan manusia. Tugas terapis adalah membantu kliennya dalam menemukan cara-cara klien sama sekali menghindari penerimaan kebebasannya, dan mendorong klien itu untuk belajar menanggung resiko atas keyakinannya terhadap akibat penggunaan kebebasannya.
Dalil 3 : Keterpusatan dari kebutuhan akan orang lain
Kita masing-masing memiliki kebutuhan yang kuat untuk menemukan suatu diri, yakni menemukan identitas pribadi kita. Kita membutuhkan hubungan dengan keberadaan-keberadaan yang lain. Kita harus memberikan diri kita kepada orang lain dan terlibat dengan mereka.
Keberanian untuk ada. Usaha menemukan inti dan belajar bagaimana hidup dari dalam memerlukan keberanian. Kita berjuang untuk menemukan, untuk menciptakan, dan untuk memelihara inti dari ada kita.
Pengalaman kesendirian. Bahwa kita memikul tanggung jawab atas pilihan-pilihan kita berikut hasil-hasilnya, bahwa komunikasi total dari individu yang satu dengan individu yang lainnya tidak pernah bisa dicapai, bahwa kita adalah individu-individu yang terpisah dari orang lain, dan bahwa kita adalah unik.
Pengalaman keberhubungan. Bahwa kita bergantung pada hubungan dengan orang lain untuk kemanusiaan kita, dan kita memiliki kebutuhan untuk menjadi orang yang berarti dalam dunia orang lain, yang mana kehadiran orang lain penting dalam dunia kita, dan kita memperbolehkan orang lain memiliki arti dalam dunia kita, maka kita mengalami keberhubungan yang bermakna.


Dalil 4 : Pencarian makna
Terapi eksistensial bisa menyediakan kerangka konseptual untuk membantu klien dalam usahanya mencari makna hidup. Manusia pada dasarnya selalu dalam pencarian makna dan identitas diri.
Masalah penyisihan nilai-nilai lama. Nilai – nilai tradisional (dan nilai – nilai yang dialihkan kepada seseorang) tanpa disertai penemuan nilai – nilai lain yang sesuai untuk menggantikannya.
Belajar untuk menemukan maknadalam hidup. Hidup tidak memiliki makna dengan sendirinya, manusialah yang harus menciptakan dan menemukan makna hidup itu. Tugas proses terapeutik adalah menghadapi masalah ketidakbermaknaan dan membantu klien dalam membuat makna dari dunia yang kacau.
Pandangan eksistensial tentang psikopatologi. Adanya konsep psikopatologi yang menyatakan  tentang dosa eksistensial yang timbul dari perasaan tidak lengkap atau dari kesadaran seseorang bahwa tindakan-tindakan dan pilihan-pilihannya tidak bisa menyatakan potensi-potensinya secara penuh sebagai  pribadi.
Dalil 5 : Kecemasan sebagai syarat hidup
Kecemasan adalah suatu karakteristik dasar manusia yang mana merupakan sesuatu yang patologis, sebab ia bisa menjadi suatu tenaga motivasional yang kuat untuk pertumbuhan.
Kecemasan sebagai sumber pertumbuhan. Kita mengalami kecemasan dengan meningkatnyakesadaran kita atas kebebasan dan atas konsekuensi-konsekuensi dari penerimaan ataupun penolakan kebebasan kita itu.
Pelarian dari kecemasan. Suatu fungsi dari penerimaan kita atas kesendirian dan, meskipun kita bisa menemukan hubungan yang bermakna dengan orang lain, kita pada dasarnya tetap sendirian.
Implikasi-implikasi konseling bagi kecemasan. Membantu klien untuk menyadari bahwa belajar menoleransi keberdwiartian dan ketidaktentuan serta belajar bagaimana hidup tanpa sandaran dapat merupakan fase yang penting dalam perjalanan dari hidup yang bergantung kepada menjadi pribadiyang lebih otonom.
Dalil 6 : Kesadaran atas kematian dan non ada
Para eksistensialis tidak memandang kematian secara negative, dan mengungkapkan bahwa hidup memiliki makna karena memiliki keterbatasan waktu. Karena kita bersifat lahiriah, bagaimanapun, kematian menjadi pendesak bagi kita agar menganggap hidup dengan serius. Ketakuatan terhadap kamatian membayangi mereka yang takut mengulurkan tangan dan benar – benar merangkul kehidupan.
Dalil 7 : Perjuangan untuk aktualisasi diri
Setiap orang memiliki dorongan bawaan untuk menjadi seorang pribadi, yakni mereka memiliki kecenderungan kearah pengembangan keunikan dan ketunggalan, penemuan identitas pribadi, dan perjuangan demi aktualisasi potensi – potensinya secara penuh. Jika seseorang mampu untuk mengaktualisasikan potensi-potensinya sebagai pribadi, maka ia akan mengalami kepuasan yang paling dalam yang bisa dicapai oleh manusia, sebab demikianlah alam mengharapkan mereka berbuat.


















Kesimpulan:
Kami menyimpulkan bahwa Eksistensial berpijak pada premis yaitu manusia tidak bisa melarikan diri dari kebebasan dan tanggung jawab yang saling berkaitan. Dalam pendekatan eksistensial memusatkan perhatian pada asumsi – asumsi filosofis yang melandasi terapi. Pendekatan eksistensial menyajikan suatu landasan filosofis bagi orang – orang dalam hubungan dengan sesamanya yang menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan konselingnya, dan yang melalui implikasi – implikasi bagi usaha membantu individu dalam menghadapi pertanyaan – pertanyaan dasar yang menyangkut keberadaan manusia. Pada dasarnya terapi eksistensial memiliki tujuan untuk meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya













Daftar Pustaka:
Hassan, Fuad. 2005. Berkenalan Dengan Eksistensialisme. Jakarta: Pustaka Jaya
Lathief, Supaat I. 2008. Psikologi Fenomenologi Eksistensialisme.  Lamongan: Pustaka Ilalang
Misiak, Henry. Sexton, Virginia Staudt. 2005. Psikologi, Fenomenologi, Eksistensial, dan Humanistik.
Gerald, Corey. 1988. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi.Bandung : PT ERESCO
Feist, Jess & Gregory J Feist. 2008. Theories of Personality. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Mahasiswa BK. 2009. Model-Model Konseling. UMK
Penulis: Devy Wahyu. A, Eny Megawati, Jefri Satya. P Mahasiswa UMK

Tidak ada komentar: